Kisah sukses ini berawal dari sosok
Tirto Utomo yang menggagas berdirinya Aqua. Pria kelahiran Wonosobo, 9 Maret
1930 ini menggagas lahirnya industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia
melalui PT Golden Mississippi pada tanggal 23 Pebruari 1973. Produk pertamanya
saat itu adalah Aqua botol kaca 950 ml yang kemudian disusul kemasan AQUA 5
galon, pada waktu itu juga masih terbuat dari kaca.
Tirto Utomo, warga asli Wonosobo, mendirikan
perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) karena ketika bekerja sebagai pegawai
Pertamina di awal tahun 1970-an Tirto bertugas menjamu delegasi sebuah
perusahaan Amerika Serikat. Namun jamuan itu terganggu ketika istri ketua
delegasi mengalami diare yang disebabkan karena mengonsumsi air yang tidak
bersih. Tirto kemudian mengetahui bahwa tamu-tamunya yang berasal dari negara
Barat tidak terbiasa meminum air minum yang direbus, tetapi air yang telah
disterilkan.
Inisiatif bisnispun segera datang. Bersama
saudara-saudaranya, Tirto mulai mempelajari cara memproses air minum dalam
kemasan. Adiknya, Slamet Utomo diminta untuk magang di Polaris, sebuah
perusahaan AMDK yang ketika itu telah beroperasi 16 tahun di Thailand. Tidak
mengherankan bila pada awalnya produk Aqua menyerupai Polaris mulai dari bentuk
botol kaca, merek mesin pengolahan air, sampai mesin pencuci botol serta
pengisi air.
Usai mengerti cara kerja pembuatan
air minum dalam kemasan, Tirto mendirikan pabrik pertamanya di Pondok Ungu, Bekasi,
dan menamai pabrik itu Golden Missisippi dengan kapasitas produksi enam juta
liter per tahun. Tirto sempat ragu dengan nama Golden Missisippi yang meskipun
cocok dengan target pasarnya, ekspatriat, namun terdengar asing di telinga
orang Indonesia. Konsultannya, Eulindra Lim, mengusulkan untuk menggunakan nama
Aqua karena cocok terhadap imej air minum dalam botol serta tidak sulit untuk
diucapkan. Tirto kemudian mengubah merek produknya dari Puritas menjadi
Aqua.
Dua tahun kemudian, produksi pertama
Aqua diluncurkan dalam bentuk kemasan botol kaca ukuran 950 ml dengan harga
jual Rp.75, hampir dua kali lipat harga bensin yang ketika itu bernilai Rp.46
untuk 1.000 ml.
Bermodal Keberanian
Meskipun saat itu air mineral dalam
kemasan belum ada di Indonesia, Tirto tetap yakin dengan langkahnya. Keluar
dari tempat kerjanya yang mapan di Pertamina, pada 1982, Tirto mengganti bahan
baku (air) yang semula berasal dari sumur bor ke mata air pegunungan yang
mengalir sendiri (self-flowing spring) karena dianggap mengandung komposisi
mineral alami yang kaya nutrisi seperti kalsium, magnesium, potasium, zat besi,
dan sodium.
Dengan bantuan Willy Sidharta, sales
dan perakit mesin pabrik pertama Aqua, sistem distribusi Aqua bisa diperbaiki.
Willy menciptakan konsep delivery door to door khusus yang menjadi cikal bakal
sistem pengiriman langsung Aqua. Konsep pengiriman menggunakan kardus-kardus
dan galon-galon menggunakan armada yang didesain khusus membuat penjualan Aqua
Secara konsisten membaik.
tahun 1974 sampai 1978 adalah
masa-masa sulit bagi perusahaan ini. Apalagi permintaan konsumen masih sangat
rendah. Masyarakat kala itu masih “asing” dengan air minum dalam kemasan.
Apalagi harga 1 liter Aqua lebih mahal daripada harga 1 liter minyak tanah.
Tapi pemilik Aqua tidak menyerah.
Dengan berbagai upaya dan kerja keras, akhirnya Aqua mulai diterima masyarakat
luas. Bahkan tahun 1978, Aqua telah mencapai titik BEP. Dan saat itu menjadi
batu loncatan kisah sukses Aqua yang terus berkembang pesat.
Saat itu memang produk Aqua
ditujukan untuk market kelas menengah ke atas, baik dalam rumah tangga,
kantor-kantor dan restoran. Namun sejak tahun 1981, Aqua telah berganti kemasan
dari semula kaca menjadi plastik sehingga melahirkan berbagai varian kemasan.
Hal ini menyebabkan distribusi yang lebih mudah dan harga yang lebih terjangkau
sehingga produk Aqua dapat dijangkau masyarakat dari berbagai kalangan.
Dari sisi kemasan, Aqua juga menjadi
pelopor. Botol plastiknya yang semula berbahan PVC yang tidak ramah lingkungan,
sejak 1988 telah diganti menjadi bahan PET. Padahal saat itu di Eropa masih
menggunakan bahan PVC. Selain itu desain botol Aqua berbentuk persegi bergaris
yang mudah dipegang telah menggantikan desain botol bulat Eropa. Bahkan botol
PET ciptaan Aqua ini telah dijadikan standar dunia.
Pada 1984, Pabrik AQUA kedua
didirikan di Pandaan, Jawa Timur. Dan Pada 1995, Aqua menjadi pabrik air
mineral pertama yang menerapkan sistem produksi in line di pabrik Mekarsari.
Pemrosesan air dan pembuatan kemasan AQUA dilakukan bersamaan. Hasil sistem
in-line ini adalah botol AQUA yang baru dibuat dapat segera diisi air bersih di
ujung proses produksi, sehingga proses produksi menjadi lebih higienis.
Aqua juga sukses di
mancanegara. Sejak 1987, produk Aqua telah diekspor ke berbagai negara
seperti Singapura, Malaysia, Fillipina, Australia, Maldives, Fuji, Timur Tengah
dan Afrika. Berbagai prestasi dan penghargaan pun didapatkan baik dari dalam
negeri maupun luar negeri.
Pada tahun 1998, karena ketatnya
persaingan dan munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua
Golden Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada
Danone pada 4 September 1998. Akusisi tersebut dianggap banyak pihak sebagai
langkah tepat setelah beberapa cara pengembangan tidak cukup kuat menyelamatkan
Aqua dari ancaman pesaing baru.
Langkah ini berdampak pada
peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air mineral
dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2000, bertepatan
dengan pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua.
Almarhum Tirto Utomo pun dinobatkan
sebagai pencetus air minum dalam kemasan dan masuk dalam “Hall of Fame” . Dan
berdasarkan survey Zenith International, sebuah badan survey Inggris, Aqua
dinobatkan sebagai merk air minum dalam kemasan terbesar di Asia Pasifik, dan
air minum dalam kemasan nomor dua terbesar di dunia. Sebuah prestasi yang
mungkin tidak pernah dikira-kira.■
Nekat Mendirikan Aqua
Tirto Utomo, kelahiran Wonosobo,
Jawa Tengah 8 Maret 1930, harus bersekolah Magelang yang berjarak sekitar 60
kilometer, ketika SMP, karena memang di Wonosobo belum ada SMP. Perjalanan
itu ditempuh dengan sepeda.
Dibesarkan dari anak seorang
pengusaha susu sapi an pedagang ternak, lulus SMP, Tirto Utomo melanjutkan
sekolah ke HBS (sekolah setingkat SMA di zaman Hindia Belanda) di Semarang dan
kemudian di Malang. Masa remaja Tirto Utomo dihabiskan di Malang dan di situlah
dia bertemu dengan Lisa / Kienke (Kwee Gwat Kien), yang kelak menjadi istrinya.
Semasa kuliahm Tirto mengisi waktu
luang dengan menjadi wartawan Jawa Pos dengan tugas khusus meliput
berita-berita pengadilan. Namun, kemudian Tirto pindah ke Jakarta sambil kuliah
ia bekerja sebagai Pimpinan Redaksi harian Sin Po dan majalah Pantja Warna.
Pada tahun 1959. Tirto diberhentikan
sebagai pemimpin redaksi Sin Po. Akibatnya sumber keuangan keluarga menjadi
tidak jelas. Tirto Utomo menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum UI.
Sementara Lisa berperan sebagai pencari nafkah yaitu dengan mengajar dan
membuka usaha catering, Tirto belajar dan juga ikut membantu istrinya. Pada
Oktober 1960 Tirto Utomo berhak menyandang gelar Sarjana Hukum dan bekerja di
Pertamina.
Kedudukan Tirto Utomo sebagai Deputy
Head Legal dan Foreign Marketing membuat sebagian besar hidupnya berada di luar
negeri. Pada usia 48 tahun, Tirto Utomo memilih pensiun dini untuk menangani
beberapa perusahaan pribadinya yakni AQUA, PT. Baja Putih, dan restoran Oasis.
Di kalangan karyawan dan
teman-temannya, Tirto dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana, ramah,
murah senyum, namun cerdas berpikir. Dalam hubungannya dengan bawahan, ia
menganut gaya manajemen kekeluargaan dan mempercayai kemampuan karyawannya
melalui sejumlah pengembangan dan pelatihan manajemen.
“Banyak orang mengira bahwa
memproduksi air kemasan adalah hal yang mudah. Mereka pikir yang dilakukan
hanyalah memasukkan air kran ke dalam botol. Sebetulnya, tantangannya adalah
membuat air yang terbaik, mengemasnya dalam botol yang baik dan menyampaikannya
ke konsumen.” Kata Tirto Utomo. Tirto memang sudah wafat pada tahun 1994 namun
prestasi Aqua sebagai produsen air minum dengan merek tunggal terbesar di dunia
tetap dipertahankan sampai sekarang.
“Dulu bukan main sulitnya.
Dikasih saja orang tidak mau. Untuk apa minum air mentah’, itulah celaan yang
tak jarang kami terima,” ujar Willy Sidharta. Saat itu minuman ringan
berkabonasi seperti Cola Cola, Sprite, 7 Up, dan Green Spot sedang naik daun
sehingga gagasan menjual air putih tanpa warna dan rasa, bisa dianggap sebagai
gagasan gila.
Perjalanan Sejarah
Sejarah
1973 PT AQUA Golden Mississippi didirikan sebagai pioner
perusahaan air minum mineral pertama di Indonesia. Pabrik pertama didirikan di
Bekasi.
1974 Produksi pertama AQUA diluncurkan dalam bentuk kemasan
botol kaca ukuran 950 ml dari pabrik di Bekasi. Harga per botol adalah Rp.75,-
1984 Pabrik AQUA kedua didirikan di Pandaan di Jawa Timur,
sebagai upaya agar lebih mendekatkan diri pada konsumen yang berada di wilayah
tersebut.
1985 Pengembangan produk AQUA dalam bentuk kemasan PET 220 ml.
Pengembangan ini membuat produk AQUA menjadi lebih berkualitas dan lebih aman
untuk dikonsumsi.
1993 Menyelenggarakan program AQUA Peduli (AQUA Cares), sebagai
langkah pendauran ulang botol plastik AQUA menjadi materi plastik yang bisa
dapat digunakan kembali.
1995 AQUA menjadi pabrik air mineral pertama yang menerapkan
sistem produksi in line di pabrik Mekarsari. Pemrosesan air dan pembuatan
kemasan AQUA dilakukan bersamaan. Hasil sistem in line ini adalah botol AQUA
yang baru dibuat dapat segera diisi air bersih di ujung proses produksi.,
sehingga proses produksi menjadi lebih higienis
1998 Penyatuan AQUA dan grup DANONE pada tanggal 4 September
1998. Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan
AQUA sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di
Indonesia.
2000 Bertepatan dengan pergantian milenium, AQUA meluncurkan
produk berlabel Danone-AQUA.
2001 DANONE meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama
dari 40 % menjadi 74 %, sehingga DANONE kemudian menjadi pemegang saham
mayoritas AQUA Group. AQUA menghadirkan kemasan botol kaca baru 380 ml pada 1
November 2001.
2002 Banjir besar yang melanda Jakarta pada awal tahun
menggerakkan perusahaan untuk membantu masyarakat dan juga para karyawan AQUA
sendiri yang terkena musibah tersebut. AQUA menang telak di ajang Indonesian
Best Brand Award. Mulai diberlakukannya Kesepakatan Kerja Bersama [KKB 2002 -
2004] pada 1 Juni 2002.
2003 Perluasan kegiatan produksi AQUA Group ditindaklanjuti
melalui peresmian sebuah pabrik baru di Klaten pada awal tahun. Upaya
mengintegrasikan proses kerja perusahaan melalui penerapan SAP (System Application
and Products for Data Processing) dan HRIS (Human Resources Information
System).
2004 Peluncuran logo baru AQUA. AQUA menghadirkan kemurnian alam
baik dari sisi isi maupun penampilan luarnya. AQUA meluncurkan varian baru AQUA
Splash of Fruit, jenis air dalam kemasan yang diberi esens rasa buah strawberry
dan orange-mango. Peluncuran produk ini memperkuat posisi AQUA sebagai produsen
minuman.
2005 DANONE membantu korban tsunami di ACEH. Pada tanggal 27
September, AQUA memproduksi MIZONE, minuman bernutrisi yang merupakan produk
dari DANONE. MIZONE hadir dengan dua rasa, orange lime dan passion fruit
0 komentar:
Post a Comment